Minggu, 12 Maret 2017

Prosa Arab ‘STUKTUR DAN PERKEMBANGANNYA’



           
Diantara ciri masyarakat beradab itu adalah kemampuan mengkreasi budaya dan mewujudkannya dalam entitas budaya yang adiluhung. Dalam perjalanan sejarahnya, masyarakat Arab mampu mengkreasi budaya sehingga dapat mencapai tingkat peradaban yang tinggi, yang tercermin, antaralain, pada produk budayanya yang berwujud  karya sastra dalam bentuk puisi, prosa,dan drama.
            Sastra Arab, sebagai entitas budaya, sudah tentu mencerminkan pikiran dan perasaan bangsa Arab dengan segala kelebihan dan kekuranganya. Dalam konteks kelebihan bangsa Arab, maka tidak ada pencapaian kebudayaan dan peradaban manusia yang mampu menunjukkan nilai-nilainya yang paling otentik dan khas kecuali apa yang telah dicapai oleh kesusastraan Arab. Puisi adalah diantara bentuk-bentuk dominan karya bangsa Arab dan secara spesifik yang membedakannya dengan bangsa lain.
Prosa atau dalam  istilah arab disebut natsr- (النثر)  merupakan ungkapan atau tulisan yang disusun dalam bentuk cerita bebas yang tidak sama dengan syi’ir, ia tidak terkait dengan wazan atau qafiah.
Dalam banyak literatur sastra Arab, orasi, pribahasa, surat-surat kenegaraan dan pribadi (terutama surat-surat masa klasik), pribahasa, dan kata-kata mutiara (hikmah) memang dikategorikan sebagai prosa sastra.
Sebagian para ahli sastra Arab berpendapat bahwa timbulnya natsr lebih dahulu daripada timbulnya syi’ir, sebab prosa tidak terikat oleh sajak dan irama. Prosa itu bebas bagaikan derasnya air. Sedangkan timbulnya syi’ir sangat erat hubungannya dengan kemajuan manusia dalam cara berpikir. Sehingga mereka berpendapat bahwa manusia baru dapat mengenal bentuk-bentuk syi’ir setelah mencapai dalam kemajuan dalam bidang bahasa. Terdapat dua jenis natsr yaitu:
1.       Natsr ghoiri fanni  
2.      Natsr fanni.
Natsr ghoiru fanni merupakan ungkapan prosa yang keluar dari lisan orang arab baik ketika terjadi percakapan maupun ketika melakukan orasi (khutbah), yang mereka lakukan secara spontan. Sedangkan natsr fanni adalah prosa yang diungkapkan dengan keindahan nilai-nilai sastra yang membekas kedalam jiwa dan perasaan dalam hal ini kata-kata mutiara (hikmah).
Dalam sejarah Arab, fiksi yang menyebar di kalangan masyarakat Arab periode pra dan awal Islam hanya berbentuk folklor. Kesadaran orang Arab terhadap fiksi dalam bentuk tulisan agaknya baru muncul setelah dipengaruhi kisah yang terdapat dalam al-Qur’an dan khazanah peradaban yang dikenalnya lewat penerjemahan naskah asing pada periode Abbasyiah. Tradisi sastra dalam sejarah Arab awal adalah tradisi puisi.
Pada mulanya prosa arab memiliki beberapa ciri khas antara lain; kalimat yang diuntai ringkas, mempunyai lafadz yang jelas, serta mempunyai makna yang mendalam, serta bersajak. Adapun macam-macamnya meliputi:
1.      Orasi / khutbah
Orasi atau khutbah adalah serangkaian perkataan yang jelas dan lugas yang disampaikan kepada khalayak ramai dalam rangka menjelaskan suatu perkara penting. Yang digunakan untuk mempengaruhi, momotivasi, atau mempertahankan pendapat sendiri. Biasanya munculnya khutbah atau orasi pada beriode jahiliyyah disebabkan oleh banyaknya perang antara kabilah, kesemrawutan politik, buta huruf, serta saling membanggakan nasab dan adat itiadat.
2.      Wasiat
Wasiat adalah nasihat seseorang yang akan meninggal dunia atau akan berpisah dengan seseorang yang dicintainya dalam rangka permohonan untuk mengerjakan sesuatu.
3.      Hikmah (kata mutiara)
Hikmah atau kata-kata mutiara adalah ucapan kalimat yang ringkas yang menyentuh yang bersumber dari pengalaman hidup yang dalam, didalamnya terdapat ide yang lugas dan nasihat yang bermanfaat. Terkadang kata mutiara juga terdapat pada sebuah syi’ir.
4.      Amtsal atau pribahasa
Amtsal atau pribahasa adalah kalimat singkat yang diucapkan pada keadaan atau peristiwa tertentu, digunakan untuk menyerupakan keadaan atau peristiwa tertentu. Kata amtsal adalah bentuk jamak dari matsalun dan mitslun yang mengandung arti bandingan, persamaan, padanan.
5.      Qishah (kisah)
Qasas (kisah-kisah jahiliyah) adalah menceritakan hal-hal tentang nenek moyangnya, kejadian yang luar biasa atau kejadian yang aneh maupun cerita tentang peperangan.
6.      Risalah / kitabah
Pada masa jahiliyah belum berkembang dunia tulis menulis, dikarenakan mengedepankan sastra lisan dibandingkan satra tulis. Akan tetapi tulisan mulai tersebar dan berkembang bersamaan dengan munculnya Islam. Ini terjadi ketika banyaknya tawanan pada saat perlusan daerah islam yang mempunyai kemampuan menulis, sehingga mereka yang tertawan dapat membebaskan dirinya dengan mengajar membaca dan menulis untuk setiap tawanan sepuluh orang Arab. Dengan cara ini secara tidak langsung orang-orang Arab berinteraksi bersama orang luar dan merekapun saling belajar. Dan Rosulullah juga memerintahkan mereka untuk berlomba-lomba dalam mempelajarinya.
            Dalam sejarah Arab, fiksi yang menyebar di kalangan masyarakat Arab periode pra dan awal Islam hanya berbentuk folklor. Kesadaran orang Arab terhadap fiksi dalam bentuk tulisan agaknya baru muncul setelah dipengaruhi kisah yang terdapat dalam al-Qur’an dan khazanah peradaban yang dikenalnya lewat penerjemahan naskah asing pada periode Abbasyiah. Tradisi sastra dalam sejarah Arab awal adalah tradisi puisi.
            Pada zaman Arab pra-Islarn, puisi Arab menjadi fondasi utama dan dipandang sebagai sandaran dalam kaidah berpuisi. Dari sudut pandang prosodic, secara praktik, semua memang merujuk pada masa tersebut. Model puisi yang lazim pada masa itu adalah puisi dengan enam belas irama dengan struktur bergabung, tanpa rima, yang penggunaannya hanya dalam puisi-puisi serius saja. Akan tetapi, kemudian terdapat sedikit inovasi, khususnya yang terjadi di wilayah Spanyol Islam pada abad ke-ll, dengan model puisi bait yang di sana lebih dikenal dengan nama muwashshah. Puisi-puisi dengan terna cinta dan kasih sayang, yang penuh dengan perumpamaan gurun banyak disukai oleh sebagian besar penyair, dan gaya ini terus berlangsung sampai pada dekade pertama abad ke-20. Genre yang sering ditulis dan menjadi domain puisi zaman pra-Islam adalah : puji-pujian (fakhr), karangan sindiran .{hija'), nyanyian (ritsd '), deskripsi (wash) dan puisi-puisi cinta (ghazal).
            Kelahiran Nabi Muhammad saw telah menandai dimulainya era baru yang mengubah tatanan hidup dan ideologi bangsa Arab yang dimulai dari Mekkah dan Madinah dengan Alquran sebagai fondasi tatanan masyarakat tersebut. Kedatangan Islam dengan Alquran sebagai fondasi utamanya, mampu memberikan pengaruh terhadap perkembangan Prosa pada saat itu karena para penyair muslim generasi pertama adalah orang-orang Arab yang berkarya dalam sebuah tradisi yang telah mempunyai konvensi dan aturan yang mapan. Para penyair itu terpengaruh oleh sastra dan keindahan Alquran.
            Pada abad ke-9 M, dalam sejarah prosa fiksi Arab lahirlah Kitab al-Bukhala (Kisah Orang-Orang Kikir) dari Abu ‘Amr ‘Usman al-Jahiz (253 H/868 M), sebuah buku yang hampir mirip dengan kumpulan cerpen realis. Kisah ini selama berabad-abad tetap hidup dan menurut Thaha Husein merupakan karya klasik terbaik. Karya anekdot ini berisi mengenai tokoh penguasa dan hakim, hingga orang kikir, para pemitnah, realitas masa dan tempat-tempat tertentu yang pernah ditinggali al-Jahiz. Sebagian tokoh-tokoh al-Bukhala adalah tokoh nyata dan terkenal yang hidup pada masanya dan dikenal kikir. Misalnya Sahal bin Harun dan al-Kindi. al-Jahiz dalam karyanya ini bukan saja menjelaskan kekikiran tokoh, melainkan juga filosofi kekikirannya yang saat itu banyak dianut oleh sebagian teolog dan filosuf. al-Jahiz dalam karyanya ini juga mengungkapkan upaya tokoh yang diceritakannya dalam penginvestasian kekayaan. Sebab itu, ia bisa disebut sebagai sastrawan realis pertama dalam sejarah sastra Arab.
            Pada abad berikutnya (ke-10), cerita berbingkai (cerbing) Alf Lailah wa Lailah (Seribu Satu Malam) lahir dan menjadi cerita fenomenal. Karya abadi ini merupakan kumpulan novel pendek yang jumlah halaman kisah-kisah utamanya yang terkenal di atas 30 halaman. Dalam cerbing tersebut, antara satu kisah dengan kisah lainnya saling berkaitan. Isinya mengenai hewan (fabel), percintaan, cerita rakyat dan lainnya. Sumbernya dari berbagai kultur: India Persia, Mesir, Yunani dan Arab. Namun telah disesuaikan dengan kehidupan dan adat istiadat umum masyarakat Arab kala itu. Cerita yang dimuatnya melibatkan tokoh terkemuka waktu itu, ulama, rakyat biasa, dan raja termasuk Harun ar-Rasyid. Aslinya, cerbing ini dari India lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan kemudian oleh al-Hazar Afsan atau al-Jasyiyari (w. 942) diterjemahkan dari bahasa Persia ke dalam bahasa Arab. Ia dan juga penyusun berikutnya menambahkan beberapa cerita (folklor) yang berkembang di Bagdad, terutama cerita lucu dan percintaan dari istana Harun ar-Rasyid yang mewah.
            Dari kisah di atas kemudian dikembangkan pada periode berikutnya (abad ke-11-12) dalam bentuk maqamat. Secara bahasa, maqamat berarti majlis pertemuan kabilah, kelompok yang bertemu dan isi pembicaraan atau ceramahnya. Namun kemudian, maqamat secara bahasa berarti gambaran suatu sessi di mana sejumlah orang berbicara tentang subjek tertentu dengan cara salah seorang dari mereka menuturkan sebuah kisah, lalu yang lain mengomentarinya. Dari makna itulah, maqamat menjadi salah satu jenis sastra Arab berupa beberapa cerita pendek yang membahas satu peristiwa yang diceritakan oleh seorang pencerita yang terjadi pada individu atau kelompok sosial. Salah satu ciri yang menonjol dalam maqamat adalah gaya bahasanya indah, di mana saja’ pendek sangat dominan. Secara isi, maqamat berisi kritik individual atau sosial dan juga diselingi hal-hal lucu.
            Pasca abad ke-12, meskipun sastra Persia dan Turki berkembang di tangan Dinasti Safawi (1501-1736 M), Mughal (1526-1258 M), dan Turki Usmani (1300-1924 M), tetapi sebagaimana puisinya, fiksi Arab mengalami kemandekan. Dalam abad pertengahan Islam ini tidak ada karya fiksi Arab yang menonjol sampai munculnya sastrawan-sastrawan pembaharu pada periode modern. Sebagaimana yang terjadi pada masa klasik, pada pasca terjemahan lahirlah prosa fiksi dari para prosais pembaharu. Yang menonjol diantaranya adalah Muhammad al-Muwallihi (w. 1930) yang pada tahun 1908 telah disinggung Dalam Hadis Isa bin Hisyam, al-Muwallihi mengungkapkan cerita dengan tokoh pencerita Isa bin Hisyam sebagaimana tokoh dalam Maqamat al-Hamadzani, tetapi tokoh utama yang diceritakan adalah Ahmad Basya al-Manikili. Isa pergi ke kuburan untuk mengambil pelajaran, tetapi seorang yang bernama al-Manikili dari seorang keturunan Turki keluar dari kuburnya. Ia bersama al-Manikili kemudian pergi antara lain ke pos polisi, gedung parlemen, dan pengadilan. Dari sana, ia mulai menceritakan kehidupan sosial modern di Mesir seperti pedagang dan petaninya dan ia juga mengkritiknya. Salah satunya, ia terheran-heran dengan pengadilan yang memihak pada pelaku kejahatan. Dengan tokoh utamanya dari al-Manikili, seolah al-Muwallihi menceritakan realitas Mesir kepada penguasa Mesir yang berkebangsaan Turki yang berkuasa saat itu, Dinasti Muhammad Ali, lewat orang Turki sendiri.
            Namun, novel Arab yang paling diakui kritikus Barat sebagai novel Arab modern pertama karena kecenderungan realisnya adalah novel Zainab dari Husein Haikal (1888-1956), seorang yang juga dikenal sebagai wartawan dan pemikir terkemuka. Novel ini terbit tahun 1913. Selain itu, novel yang cukup berpengaruh adalah novel Sarah, sebuah novel semi autobiografi dari Abbas Mahmud al-‘Aqqad (1889-1973).
Selain itu, salah satu karya sastra abad kedua puluh yang masih terus digemari di dunia Arab, bahkan hingga kini adalah autobiografi Thaha Husain (w. 1973), al-Ayyam. Taha Husein adalah seorang sastrawan, sarjana, penulis Mesir dan tokoh modernisasi terkemuka di dunia Arab yang melahirkan beberapa karya. Antara lain Syajarah al-Bu’s (Pohon Penderitaan), karya realis sebuah keluarga. Daya pikat al-Ayyam-nya adalah seorang anak tuna netra Mesir berhasil mengatasi hambatan sosial dan pendidikannya, hingga diangkat menjadi guru besar di sebuah universitas modern di Kairo. Dia belajar ke Perancis dan kembali ke negeri asalnya, Mesir, dengan menyandang gelar Doktor dan membawa seorang istri berkebangsaan Perancis. Cacat penglihatannya dan perbedaan budaya antara tradisi dan kemodernan, Timur dan Barat, yang dialaminya memperkuat unsur dramatis karya tersebut.
Karya sastra yang mempunyai sistem yang terdiri atas unsur yang saling berhubungan. Untuk mengetahui kaitan antar unsur dalam sebuah karya sastra itu sangat tepat jika penelaah teks sastra diawali dengan pndekatan structural. Hal ini menandakan bahwa pendekatan ini mudah dipahami dan dilaksanakan dalam pengkajian sastra. Pendekatan structural lahir karena terdapat beberapa alasan atau sebab. Salah satu diantaranya adalah adanya pendekatan tradisional yang masih mementingkan peniru alam sebagai alasan utama teciptanya sebuah karya sastra.
            Perkembangan structural yang digunakan dalam analisis karya sastra adalah analisis structural yang berfokus pada teks itu sendiri. Jadi dalam suatu karya prosa yang berfokus pada teksnya ada beberapa unsure yang harus diketahui yaitu; tema, tokoh dan penokohan, alur, setting, amanat, tata bahasa dan sudut pandang.
            Jadi, meski tradisi sastra Arab klasik bukan prosa, tetapi prosa imaginatif (prosa fiksi) Arab mulai berkembang sejak masa akhir Dinasti Umayyah (661-750). Faktor yang mempengaruhinya tampaknya adalah Qur’an sendiri yang mengandung banyak cerita dan juga penerjemahan fiksi asing dari bahasa Persia. Prosa fiksi Arab kemudian berkembang pesat. Kitab al-Bukhala yang berisi sejenis cerpen realis karya al-Jahidz adalah fiksi pertama yang lahir dan diikuti kemudian oleh lahirnya kumpulan novel-novel pendek Alf Lailah wa Lailah yang abadi hingga kini. Selanjutnya, muncullah jenis fiksi maqamat di tangan al-Hamz|ani dan al-Hariri. Sebagaimana Alf Lailah wa Lailah, maqamat ini ungul dengan bentuk cerita berbingkainya. Hanya saja, bedanya adalah bahwa sejenis cerpen yang dikandungnya bersifat realis, berisi kritik individual dan sosial, diselingi hal-hal lucu, dan gaya bahasanya yang penuh dengan sajak pendek.
            Dari sejarah perkembangan sastra Arab tersebut terlihat bahwa karya prosa, modern lebih cenderung pada pemotretan realitas sosial daripada ekspresi idealisme para pengarangnya. Jadi, sastra realisme menjadi tampak dominan dalam perkembangan sastra Arab modern itu. Dalam tataran serniotik, tampak jelas bahwa sastrawan Arab lebih condong ke praktik textual subjectivism, yang berpandangan bahwa teks sebuah karya sastra hanya dapat dipahami dan dikembangkan melalui subjektivitas pembacanya. Artinya, pembaca  menginginkan adanya keterkaitan antara teks sastra dengan realitas sosial, yang pada gilirannya sastra Arab tidak hanya berada dalam dunia imajinasi belaka. Sastra Arab harus menjadi kontributor dan pemberi solusi atas persoalan nyata yang dihadapi bangsa Arab, sekecil apa pun kontribusi dan solusi itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar